DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN DI INDONESIA



Persoalan perdagangan internasional yang dilakukan oleh suatu negara seringkali menggunakan perhitungan mengenai keuntungan dan kerugian yang dilihat dari neraca pembayaran, melalui berbagai transaksi yang telah dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain. Neraca pembayaran terdiri atas lima neraca bagian yang saling berhubungan diantaranya neraca perdagangan, neraca jasa, transaksi berjalan, neraca lalu-lintas modal, dan neraca lalu-lintas moneter.
Neraca transaksi berjalan memuat jumlah antara neraca perdagangan dan neraca jasa. Terdapat tiga pokok persoalan dalam neraca transaksi berjalan yang dapat menimbulkan defisit yaitu defisit neraca perdagangan lebih besar dari neraca jasa, defisit neraca jasa lebih besar dari surplus neraca perdagangan dan defisit neraca perdagangan disertai defisit neraca jasa (Didit dan Wahyudi, 2003).
Neraca transaksi berjalan digunakan untuk menilai neraca perdagangan. Neraca perdagangan merupakan selisih atau perbedaan antara ekspor dan impor. Jika impor lebih tinggi dari ekspor, maka yang terjadi adalah defisit neraca perdagangan. Sebaliknya, jika ekspor lebih tinggi dari impor yang terjadi adalah surplus. Dengan begitu defisit nearca transaksi berjalan dapat diatasi salah satunya dengan cara meningkatkan ekspor dan mengurangi jumlah barang impor.
Pada arus perdagangan, upaya untuk menjaga daya saing ekspor dan menekan impor dapat dipengaruhi oleh kebijakan nilai tukar terhadap valas. Perubahan nilai tukar terhadap valas dapat dipengaruhi dari perubahan harga barang-barang ekspor dan impor. Semakin tinggi harga barang yang diekspor, semakin turun nilai tukar mata uang negara pengekspor. Sebaliknya semakin tinggi harga barang yang di impor, maka semakin tinggi nilai tukar mata uang negara pengimpor.
Hal tersebut menunjukkan pengaruh yang sangat nyata antara defisit neraca transaksi berjalan terhadap fluktuasi kurs. Pada saat kondisi neraca transaksi berjalan defisit, depresiasi rupiah masih sangat terkontrol sehingga perubahannya tidak mengganggu kinerja perekonomian Indonesia. Justru sebaliknya pada saat kondisi neraca transaksi berjalan mengalami surplus, depresiasi rupiah terhadap dollar sulit untuk dikontrol (Didit dan Wahyudi, 2003).
Di sisi lain infalsi merupakan gejala ekonomi yang sangat menarik untuk diperhatikan. Setiap kali ada gejolak sosial, politik, dan ekonomi didalam maupun diluar negeri, masyarakat akan selalu mengaitkannya dengan masalah inflasi. Inflasi tinggi menyebabkan harga barang impor lebih murah dari pada barang yang diproduksi didalam negeri. Oleh karena itu, inflasi akan membuat impor berkembang lebih cepat dibandingkan dengan ekspor. Disamping itu aliran modal keluar akan lebih banyak dari pada yang masuk ke dalam negeri (Nasaruddin, 2002).
Kondisi neraca transaksi berjalan pada triwulan I-2010 sampai triwulan III-2011 mengalami surplus. Beda halnya dengan tahun 2012 neraca transaksi berjalan dari triwulan I sampai IV selalu mengalami defisit. Akan tetapi pada triwulan III-2012 terjadi penurunan defisit neraca transaksi berjalan sebesar USD 5,3 juta (2,4% terhadap PBD) lebih kecil dibanding devisit USD 7,7 juta (3,5% terhadap PDB) pada triwulan II- 2012.
Menurunnya defisit transaksi berjalan ini terutama disebabkan oleh membaiknya kinerja neraca perdagangan nonmigas seiring penurunan impor yang cukup dalam di tengah ekspor yang masih terus menurun. Penurunan impor juga disebabkan oleh inflasi yang kurang stabil dari tahun ke tahunnya. Selain itu, perbaikan transaksi berjalan juga didukung oleh defisit neraca jasa yang lebih rendah seiring penurunan impor, serta berkurangnya defisit neraca perdagangan minyak dan gas (migas) akibat impor minyak yang lebih rendah. 
Tingkat suku bunga dalam jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap inflasi, sehingga dapat dijadikan tolak ukur bagi ekspektasi inflasi (Erawati dan Liewelyn, 2008). Pemerintah seharusnya lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan suku bunga (SBI) karena hal tersebut erat hubungannya dengan naiknya tingkat inflasi, terutama dalam jangka pendek. Semakin tinggi suku bunga maka inflasi juga akan semakin tinggi. Misalnya, hal ini dapat dilihat dari kebijakan uang ketat dengan menaikkan suku bunga melalui operasi pasar terbuka, akan berdampak positif bila dilihat dari penekanan jumlah uang beredar. Disisi lain, hal ini akan menimbulkan masalah dalam sektor riil akibat dana masyarakat terserap semuanya ke perbankan. Akibatnya produksi nasional terhambat, sehingga harga-harga akan meningkat tajam dengan langkanya produk di pasaran.
Motif permintaan uang transaksi dipengaruhi oleh pendapatan, apabila pendapatan masyarakat meningkat maka permintaan uang untuk kebutuhan transaksi juga meningkat. Apabila dalam teori konsumsi peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan kemampuan (daya beli) meningkat sehingga akan meningkatkan konsumsi barang dan jasa. Disimpulkan bahwa kenaikan pendapatan nasional (GDP) akan menyebabkan permintaan barang dan jasa impor meningkat, sehingga cenderung akan menyebabkan defisit neraca transaksi berjalan (Santosa, 2010).

Transaksi berjalan mencatat kinerja positif selama 2011 dengan surplus USD 2,1 juta. Surplus transaksi berjalan tersebut lebih rendah dari surplus pada tahun sebelumnya akibat lebih tingginya pertumbuhan impor dibandingkan pertumbuhan ekspor. Tingginya impor terkait dengan kuatnya permintaan domestik berdampak pada pelebaran defisit neraca jasa dan berakibat pada transaksi berjalan triwulan IV 2011 mengalami defisit sebesar USD 0,9 juta dibanding surplus USD 0,5 juta pada triwulan sebelumnya. Sedangkan turunnya laju ekspor akibat melemahnya permintaan eksternal dan kencenderungan harga komonditas yang menurun, terutama di triwulan IV-2011. Disamping itu, peningkatan defisit neraca jasa dan defisit neraca pendapatan juga memberikan kontribusi terhadap penurunan surplus transaksi berjalan di tahun 2011.
Perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2012 masih mengalami tekanan yang terlihat pada defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat dari USD5,3 juta (2,4% dari PDB) pada triwulan III-2012 menjadi USD 7,7 juta (4,1% dari PDB) pada triwulan IV-2012. Bertambahnya tekanan defisit transaksi berjalan tersebut dipicu oleh pelemahan kinerja neraca perdagangan barang seiring menipisnya surplus neraca perdagangan nonmigas. Surplus neraca perdagangan nonmigas menyusut karena impor, khususnya impor bahan baku dan barang konsumsi meningkat seiring naiknya kebutuhan domestik menjelang puasa dan lebaran. Tekanan negatif terhadap transaksi berjalan pada triwulan ini bertambah karena meningkatnya defisit neraca jasa dan neraca pendapatan. Proses konsolidasi ekonomi domestik yang berlangsung ditengah tren perbaikan ekonomi global telah berhasil menekan defisit transaksi berjalan ke level yang lebih sehat. Penurunan defisit transaksi berjalan ditopang oleh perbaiakan kinerja perdagangan barang baik migas maupun nonmigas. Pertumbuhan ekonomi dunia yang menguat mengakibatkan permintaan terhadap komonditas ekspor nonmigas Indonesia.

Post a Comment

0 Comments